Eksistensi
Hai, pirces pedhot. Aku nggak pernah merasakan kekurangan eksistensi, tapi kadang ada saat - saat ketika eksistensiku ditolak, disaat seperti itu aku tidak pernah yakin aku akan menjadi lebih baik. Mungkin memang ada orang - orang yang tidak ingin menjadikan aku salah satu orang di dalam lingkaran mereka, mungkin juga ada orang yang hanya ingin mengingat masa - masa terburuk ku. Kadang membingungkan, mereka hanya mengingat masa - masa saat mereka lebih memilih untuk membenci ketimbang ingin mengenal aku yang sekarang. Mereka menolak eksistensiku.
Beberapa tahun lalu, sering aku datang ketempat temanku sekitar jam 12 malam, hanya untuk duduk diteras kontrakannya, dan meminum kopi, menghabiskan berbatang - batang rokok hanya untuk berfikir, apa aku sudah cukup berubah untuk menampakan diriku didepan mereka/kalian. Hanya untuk memikirkan hal - hal semacam itu, aku menghabiskan waktu yang lama pada larut malam disepanjang tahun. Mungkin terdengar gila, hanya berfikir bagaimana eksistensiku di akui oleh belasan orang yang sebenarnya mereka memang tidak pernah cocok denganku, tapi dilain sisi aku merasa mereka juga bagian dari diriku. Tanpa masalah ini, aku takan menghabiskan waktu hanya untuk berfikir bagaimana lagi aku berubah.
Mungkin belum sampai satu dekade, tapi 1 tahun saja sudah cukup lama untuk sebuah kenangan. Dan ini lebih dari 4 tahun hanya untuk menyesal, kadang aku merasa hidup ini bukan miliku, karena waktu yang terlewati hanya untuk memikirkan hidup orang lain, walaupun aku sering lari dari kenyataan dan bersenang - senang tapi hal itu bukan untuk keegoisan ku, hal itu hanya terasa untuk mengisi tenaga agar aku tetap bisa berfikir untuk orang lain. Toh, saat bersenang senang aku lebih sering dihantui perasaan bersalah. Yah, beban orang memang berbeda beda, tapi tulisan ini aku tulis ketika perasaan emosi tumpah ruah pada perjumpaan saat itu.
Tapi ada hal bodoh yang membuatku lebih muak, semua kenangan tentang hal kecil yang pernah aku lakukan dulu. Seperti memaksa diriku untuk terus peduli dengan mereka, memaksa menghabiskan waktu bersama. Beberapa hal umum jika aku sebutkan detailnya akan jauh mengakar lagi ke ingatan waktu itu. Lampu bohlam kecil, nasi bungkus, senar gitar, rumah hantu, breaking dawn, alun - alun, masih banyak lagi dan sudah berhenti. Mereka pelan menolak eksistensiku, entah hanya peerasaanku atau memang aku tak pernah ada dalam ingatan mereka.
Comments
Post a Comment